Apa itu repelita jaman Ordebaru
Repelita, atau Rencana Pembangunan Lima Tahun, adalah sebuah instrumen strategis yang mencerminkan visi pembangunan jangka panjang pemerintahan Orde Baru. Diluncurkan pertama kali pada tahun 1969, Repelita merupakan manifestasi dari keinginan negara untuk membangun pondasi ekonomi yang kokoh dan berkelanjutan guna mencapai kesejahteraan nasional. Dibingkai dalam konteks politik dan ekonomi yang pragmatis, Repelita menjelma sebagai mekanisme perencanaan terpadu yang menggambarkan keterkaitan erat antara kebijakan ekonomi, sosial, dan infrastruktur dengan stabilitas politik dan keamanan yang menjadi ciri utama kepemimpinan Presiden Soeharto.
Repelita bukan sekadar rencana teknokratis; ia adalah simbol dari upaya terstruktur pemerintah untuk menggerakkan seluruh potensi bangsa dalam menghadapi tantangan pembangunan. Pada masa itu, negara dihadapkan pada situasi yang kompleks—dari krisis ekonomi yang diakibatkan oleh ketidakstabilan politik pasca-1965 hingga kebutuhan mendesak untuk modernisasi sektor-sektor kunci. Repelita memberikan kerangka sistematis yang memungkinkan pemerintah merespons tantangan-tantangan tersebut dengan pendekatan terukur dan jangka panjang. Setiap tahap dalam Repelita, yang dijalankan setiap lima tahun, diarahkan untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai "trilogi pembangunan"—stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan.
Dalam ranah infrastruktur, Repelita berupaya memperkuat konektivitas nasional, dengan pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara sebagai prioritas utama. Infrastruktur ini tidak hanya dipandang sebagai sarana fisik, tetapi juga sebagai alat politik dan ekonomi yang memperluas integrasi antarwilayah serta memudahkan distribusi hasil-hasil pembangunan ke seluruh pelosok negeri. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengembangkan kawasan perdesaan melalui program-program intensifikasi pertanian dan modernisasi sektor agraris, yang secara langsung menyentuh kehidupan mayoritas rakyat Indonesia yang bergantung pada sektor pertanian.
Repelita juga menyentuh dimensi sosial-ekonomi yang lebih luas dengan menekankan pengembangan sektor perindustrian dan investasi asing. Melalui kebijakan deregulasi dan privatisasi, pemerintah berhasil menarik arus modal asing yang signifikan, terutama di sektor industri manufaktur, yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Hal ini juga didukung oleh kebijakan-kebijakan yang pro-pertumbuhan, seperti insentif pajak dan kemudahan akses permodalan bagi industri-industri strategis. Ekspor menjadi motor utama dalam menciptakan surplus perdagangan, sehingga memperkuat posisi Indonesia di panggung ekonomi global.
Namun demikian, Repelita juga tidak terlepas dari kritik, terutama terkait dampaknya terhadap lingkungan dan ketimpangan regional. Pembangunan masif yang dilakukan sering kali menimbulkan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan kerusakan ekosistem di beberapa wilayah. Proyek-proyek besar seperti pembangunan bendungan dan kawasan industri seringkali tidak disertai dengan analisis dampak lingkungan yang memadai, yang pada akhirnya memunculkan persoalan jangka panjang bagi ekosistem dan masyarakat lokal. Selain itu, meskipun Repelita bertujuan untuk memperkuat pemerataan pembangunan, banyak daerah di luar Jawa merasa tertinggal dalam mendapatkan manfaat langsung dari program-program tersebut.
Dalam spektrum politik, Repelita juga menjadi alat konsolidasi kekuasaan. Pemerintah Orde Baru dengan cerdik menggunakan pencapaian-pencapaian pembangunan sebagai justifikasi untuk memperkuat legitimasi politiknya, baik di mata rakyat maupun komunitas internasional. Pembangunan yang berkelanjutan, meski diiringi kritik, dipandang sebagai keberhasilan Soeharto dalam menciptakan stabilitas nasional dan keamanan yang menjadi prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi.
Pada akhirnya, Repelita memberikan dampak signifikan dalam merombak struktur ekonomi Indonesia, mengubah pola hidup masyarakat, serta mempercepat modernisasi di berbagai sektor. Meski demikian, tantangan yang muncul selama pelaksanaan Repelita, baik dalam hal lingkungan, pemerataan hasil pembangunan, maupun ketimpangan sosial, menjadi pelajaran penting bagi perencanaan pembangunan di masa mendatang. Repelita, dalam kerangka historis, tidak hanya mencerminkan sebuah upaya pembangunan, tetapi juga gambaran dari sebuah era di mana pembangunan ekonomi menjadi fokus utama dalam strategi politik nasional.