Pidato terakhir Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei 1998
Berikut adalah bagian inti dari pidato tersebut, yang banyak dianggap mengharukan:
Pidato Pengunduran Diri Soeharto (21 Mei 1998)
"Sehubungan dengan keadaan negara yang sedemikian rupa, saya memandang perlu untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi bangsa dan negara, serta demi persatuan dan kesatuan bangsa kita, maka saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saat saya menyampaikan pernyataan ini."
Dalam suasana yang penuh ketegangan, Soeharto akhirnya mengakui bahwa tekanan publik dan situasi krisis yang melanda Indonesia—baik dari segi ekonomi, politik, dan sosial—telah memaksanya untuk mengambil keputusan tersebut. Meski banyak kritik terhadap dirinya, pengunduran dirinya tetap menjadi momen yang mengharukan bagi sebagian besar rakyat Indonesia, mengingat jasa-jasa besar yang telah ia torehkan selama lebih dari tiga dekade memimpin negara ini.
Setelah menyampaikan pidato pengunduran diri, Soeharto mengakhiri masa jabatannya dengan menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden saat itu, B.J. Habibie. Di balik kepemimpinannya yang penuh kontroversi, detik-detik pengunduran diri Soeharto tetap diingat sebagai momen yang sarat emosi, baik bagi dirinya maupun rakyat Indonesia yang pernah merasakan kepemimpinannya dalam berbagai fase sejarah bangsa.
Pesan pengunduran diri ini dianggap mengharukan karena, setelah sekian lama memimpin dengan otoritas yang besar, Soeharto akhirnya menyerah pada tekanan situasi, memberikan kesan bahwa ia telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk negara, namun pada akhirnya harus merelakan kekuasaan demi kebaikan bangsa.