Pemikiran pemikiran Presiden Soeharo
Soeharto dikenal sebagai pemimpin yang lebih banyak bertindak daripada berbicara. Meskipun begitu, ia memiliki beberapa kutipan dan pemikiran yang mencerminkan visi serta pandangannya terhadap pemerintahan, ekonomi, dan bangsa. Berikut adalah beberapa kutipan dan pemikiran Soeharto yang paling dikenal:
1. "Piye kabare, enak jamanku to?"
- Makna: Kalimat ini menjadi terkenal setelah era reformasi, sering digunakan secara sarkastik oleh pendukung Orde Baru yang merindukan stabilitas dan kemajuan ekonomi di era Soeharto. Frasa ini bisa diartikan sebagai "Bagaimana kabarnya, enak kan zaman saya dulu?"
- Pemikiran: Ini menunjukkan bagaimana pemerintahan Soeharto difokuskan pada stabilitas dan pembangunan ekonomi, meskipun dengan kontrol otoritarian. Banyak yang mengingat masa kepemimpinannya sebagai masa di mana masyarakat merasa aman dan terkendali, meskipun pada kenyataannya penuh dengan pembatasan kebebasan sipil.
2. "Saya hanyalah petugas yang mengabdi kepada bangsa dan negara."
- Makna: Soeharto sering menggambarkan dirinya sebagai "abdi negara," seorang pemimpin yang tidak mencari kekuasaan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk melayani rakyat.
- Pemikiran: Ini menunjukkan sikap kepemimpinan Soeharto yang ingin menekankan bahwa dirinya tidak haus kekuasaan. Meskipun ia memerintah dengan gaya yang otoriter, kutipan ini sering digunakan untuk menunjukkan bahwa Soeharto memandang perannya sebagai pelayan negara, bukan penguasa yang mencari kekayaan pribadi.
3. "Pembangunan adalah suatu keharusan."
- Makna: Soeharto menempatkan pembangunan sebagai prioritas utama dalam pemerintahannya. Ini menjadi prinsip utama dalam kebijakan Orde Baru, di mana pembangunan ekonomi dan infrastruktur menjadi fokus utama untuk memajukan Indonesia.
- Pemikiran: Soeharto percaya bahwa kemajuan bangsa hanya bisa dicapai melalui stabilitas politik dan pembangunan ekonomi yang terstruktur. Program-program seperti Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dirancang untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan di berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
4. "Stabilitas nasional adalah syarat mutlak untuk pembangunan."
- Makna: Soeharto sangat menekankan pentingnya stabilitas politik dan sosial sebagai fondasi untuk pembangunan ekonomi. Ia percaya bahwa tanpa stabilitas, kemajuan dan pembangunan tidak bisa dicapai.
- Pemikiran: Ini adalah salah satu alasan mengapa Soeharto menjalankan pemerintahan dengan tangan besi, mengendalikan potensi ancaman terhadap stabilitas seperti pemberontakan, unjuk rasa, dan oposisi politik. Meskipun mengekang kebebasan politik, stabilitas ini memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan selama beberapa dekade.
5. "Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berkepribadian Indonesia."
- Makna: Soeharto sering menekankan bahwa Indonesia memiliki bentuk demokrasi yang berbeda dari negara Barat. Demokrasi Pancasila adalah konsep yang dikembangkan untuk menggambarkan sistem politik yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila, yang mencakup gotong-royong, musyawarah, dan kesatuan nasional.
- Pemikiran: Soeharto mengkritik konsep demokrasi liberal Barat yang ia anggap tidak sesuai dengan budaya dan karakter masyarakat Indonesia. Demokrasi Pancasila, menurut Soeharto, adalah bentuk demokrasi yang menekankan musyawarah untuk mufakat, bukan konflik antarpartai seperti di negara-negara demokrasi liberal.
6. "Tepo seliro."
- Makna: Istilah dalam bahasa Jawa yang berarti "saling menghormati" atau "toleransi". Soeharto sering menggunakan prinsip ini dalam pidato-pidatonya, khususnya yang terkait dengan kehidupan sosial dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia.
- Pemikiran: Soeharto percaya bahwa masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan golongan harus tetap menjaga harmoni dengan saling menghormati. Prinsip ini menjadi dasar kebijakan nasionalnya dalam menjaga kerukunan sosial, yang sangat penting dalam konteks pluralisme Indonesia.
7. "Kita ini sekadar petani yang menanam padi. Kalau sudah waktunya panen, ya kita nikmati hasilnya bersama-sama."
- Makna: Ini adalah metafora yang sering digunakan oleh Soeharto untuk menggambarkan proses pembangunan bangsa. Ia menganggap pembangunan sebagai proses panjang yang memerlukan kerja keras dan kesabaran, dengan hasil yang dinikmati oleh semua orang.
- Pemikiran: Soeharto ingin menekankan bahwa pembangunan bukanlah hal yang instan. Butuh waktu, dedikasi, dan kerjasama dari semua elemen bangsa agar hasilnya bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pemikiran ini mencerminkan pendekatan bertahap dalam kebijakan ekonomi dan sosial pemerintahannya.
8. "Keberhasilan pembangunan tergantung pada ketaatan kita pada Pancasila dan UUD 1945."
- Makna: Soeharto selalu menekankan pentingnya ideologi negara, Pancasila, dan konstitusi UUD 1945 sebagai landasan utama dalam menjalankan pemerintahan dan mencapai keberhasilan pembangunan.
- Pemikiran: Dalam perspektif Soeharto, setiap kebijakan dan program pembangunan harus selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Ia meyakini bahwa dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ini, Indonesia bisa mencapai stabilitas, kesejahteraan, dan kemajuan.
9. "Kita harus berterima kasih kepada sejarah, karena ia memberi pelajaran yang sangat berharga."
- Makna: Soeharto sering mengingatkan pentingnya belajar dari sejarah untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan.
- Pemikiran: Soeharto, yang naik ke kekuasaan melalui pengalaman langsung dalam militer dan politik, melihat sejarah sebagai guru terbaik untuk memajukan bangsa. Pemikiran ini menjadi dasar dalam banyak kebijakannya, terutama dalam hal menjaga stabilitas dan keamanan.
10. "Seorang pemimpin harus mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadinya."
- Makna: Ini adalah salah satu prinsip yang sering disampaikan Soeharto, menekankan bahwa pemimpin yang baik harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya.
- Pemikiran: Soeharto, dengan latar belakang militer dan pengalaman panjang di politik, percaya bahwa kepemimpinan yang kuat adalah kunci untuk memajukan negara. Namun, ia juga sering menegaskan bahwa tujuan utama pemimpin adalah melayani rakyat, bukan memperkaya diri atau mempertahankan kekuasaan pribadi.
Kesimpulan
Pemikiran dan kutipan-kutipan Soeharto mencerminkan keyakinannya terhadap pentingnya stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan kesatuan nasional. Ia menganggap dirinya sebagai abdi negara yang bekerja demi kepentingan rakyat, meskipun pendekatannya seringkali bersifat otoriter. Di balik semua itu, ada nilai-nilai yang dipegangnya erat, seperti gotong-royong, toleransi, dan musyawarah, yang ia yakini sebagai fondasi untuk memajukan Indonesia.